Tuak adalah minuman tradisional yang berasa pahit dan bisa memabukkan. Walau begitu, banyak yang menyukai minuman ini.
Seperti halnya yang ada Tuban. Di daerah yang berjulukan sebagai Kota Ranggalawe ini bahkan tuak sudah menjadi minuman wajib bagi sebagian warganya.
Tak heran bila di Tuban bisa dijumpai banyak orang yang minum tuak bersama dengan orang lain dengan begitu bebasnya.
Bahkan kegiatan minum tuak itu juga ada yang dilakukan di tepi jalan raya dengan bersenda gurau dan mengobrol berbagai tema. Sebuah budaya yang sudah berlangsung sejak lama yang cukup menarik untuk disimak.
Tetapi walau menggunakan bahan yang sama yaitu nira dari getah bunga lontar atau siwalan, tetapi tuak berbeda dengan legen.
Tuak adalah minuman yang berkadar alkohol cukup tinggi dan bisa memabukkan. Warna minuman ini putih seperti susu dan rasanya pahit. Minuman ini terbuat dari getah nira yang disadap dari bunga siwalan atau lontar (borassus flabellifer).
Proses pembuatan tuak hampir sama dengan pembuatan legen. Pucuk bunga siwalan diiris secara tipis dan getah yang keluar ditampung pada “bumbung” — wadah terbuiat dari ruas bambu panjang 40-50 cm.
Bila pada pembuatan legen, bumbung itu harus dicuci bersih, untuk membuat tuak ini bumbung justru tanpa dibersihkan terlebih dahulu.
Kotoran yang melekat pada bumbung itulah yang berpengaruh pada proses fermentasi pada air nira sehingga menjadi tuak.
Beberapa pembuat tuak ada yang menambahkan irisan kulit pohon dari tanaman jambu, juwet atau jamblang, mengkudu atau pace dan sebagainya.